Yahoo News : Nunun dan Nazarudin

Sabtu, 11 Juni 2011

Nunun dan Nazarudin, dua nama yang mencuat popularitasnya bukan karena punya prestasi yang spektakuler seperti para pejuang lingkungan yang mendapatkan penghargaan kalpataru, bukan pula karena perannya dalam merubah keadaan masyarakat ke arah yang lebih baik, tapi lagi-lagi, karena suap. Suap, uamg pelicin, uang amplop, dana kadeudeuh, atau apapun namanya telah menjelma menjadi makhluk gaib yang menjerumuskan banyak orang. Demikian banyak 
berseliweran dalam kehidupan kita, dilakukan secara sembunyi-sembunyi, mudah terlacak tapi demikian sulit dibuktikan. Kasus ini menjelaskan realitas bahwa sesungguhnya mentalitas bangsa kita belum banyak mengalami perubahan. Budaya paternalistik yang ditandai dengan sikap ABS (Asal Bapak Senang) dan sikap TST (Tahu Sama Tahu) seolah kian menegaskan transformasi nilai-nilai sosial yang gagal. Reformasi yang terjadi baru sebatas perubahan institusi tapi bukan pada substansi; baru sekedar retorika dan belum menjadi realita. Dan demokrasi yang berkembang bukan dalam tatanan nilai tapi baru bersifat seremonial. Sehingga pada akhirnya kita terjebak dalam sikap kepura-puraan yang mengorbankan keluhuran nilai-nilai kehidupan.
Kasus Nunun tak akan terjadi jika para anggota DPR yang terhormat itu punya integritas moral untuk memilih seseorang berdasarkan integritas, kapabilitas, kompetensi dan moralitasnya, bukan karena uang yang diberikannya. Tetapi itulah realitas yang ada : untuk terpilih jadi anggota dewan di pusat atau di daerah, diperlukan uang yang banyak untuk membeli suara. Untuk menjadi kepala daerah diperlukan kecukupan modal untuk dibagi-bagi. Rakyat dididik untuk menilai sesuatu berdasarkan uang : bil fulus kullu amrin mulus... Pragmatisme dihidupkan oleh para pemimpin negeri ini, dan rakyat digiring untuk bersikap manggut-manggut seperti burung perkutut. Nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kearifan, keistikomahan tergerus oleh apa yang disebut money politics.
Nunun dan Nazarudin hanyalah dua nama yang mencuat dari situasi seperti ini. Mereka tidak sepenuhnya salah karena tahu bahwa di negeri ini "tak ada makan siang yang gratis". Juga tak benar jika mereka melakukan suap. Sungguh, kasus ini menjadi batu ujian bagi pemerintahan sekarang : apakah penegakan hukum hanya retorika atau sekedar upaya meraih simpati dan citra. Jika tak segera diselesaikan, rakyat negeri ini, lagi-lagi, hidup dalam situasi yang menjerumuskan masa depan mereka.
Kasus ini seharusnya makin menyadarkan kita bahwa perubahan institusi tanpa merubah manusia dan nilai-nilai yang mendasarinya  hanyalah mimpi.   

1 komentar:

airarambe mengatakan...

siall !!!!!!!karena hukum sudah benar benar ngga bisa di tegakkan di negara indonesia ???? apa lebih baik kita ikut negara belanda dan jadi hindia belanda lagi ? mungkin lebih makmur ? atau kalau memang korupsi ngga bisa di berantas , apa perlu korupsi di legalkan dan di buat UU nya ? atau dengan cara revolusi UU total supaya korupsi terberantas ? atau indonesia kita bubarkan ?????

Posting Komentar

 
 
 

lihat iklan, dapat duit !

 
Copyright © Sukses Dunia-Akhirat | Using Amoebaneo Theme | Bloggerized by Themescook | Redesign by Kang eNeS
Home | TOP