Obrolan sekitar shaum (1)

Rabu, 11 Agustus 2010

Sungguh berbahagialah orang yang masih diberi kesempatan melaksanakan shaum. Peluang
mendapatkan rahmat, magfirah dan pembebasan diri dari api neraka sudah berada di depannya. Dan lebih dari itu, harapan mendapatkan keridhoan ilahy terbuka lebar. Nah, agar shaum yang kita laksanakan bisa on the right track and the right goal, kita ngobrol santai saja tentang shaum,  sambil nunggu waktu berbuka. Mudah-mudahan saja bermanfaat ya...
Yang pertama harus kita lakukan adalah persiapan ilmu (1). Semua hal yang berkaitan dengan shaum tentu saja harus kita pelajari. Apa hikmah yang ada di dalamnya; apa target dan tujuannya, serta bagaimana teknis pelaksanaannya. Shaum ini diwajibkan kepada kita sebagai wujud kasih sayang Allah agar kita semua betul-betul menjadi manusia. Bukan sekedar homo sapiens bascilus atau makhluk  yang bisa berfikir dan berbicara. Tapi betul-betul menjadi manusia yang memiliki kesadaran penuh akan tugas keberadaannya di dunia ini. Dan proses memanusiakan manusia itu dapat terjadi jika dia mampu mengendalikan dua nafsu besar dalam dirinya, yaitu nafsu perut dan bawah perut. Sebab dua hal inilah
sebenarnya yang sering menjerumuskan dirinya. Ingat saja kasus kolonialisasi yang dilakukan negeri-negeri barat. Motif utamanya kan ekonomi. Dengan cara menguasai sumber-sumber daya alam, kaum kolonial berhasil manjadi negeri-negeri kaya. Begitu juga korupsi, manipulasi, penyalahgunaan wewenang dan jabatan, termasuk pelacuran yang terjadi di banyak tempat. Perut adalah simbol kebutuhan dan kepentingan ekonomi. Jika perut berkuasa, maka manusia bisa terjebak pada sikap menghalalkan segala cara.
Melalui ibadah shaum kita dilatih menyadari keberadaan Allah di mana pun kita berada. Wujudnya bisa kita renungkan seperti ini. Pada saat kita shaum, kita tidak berani berbuka meski tak seorang pun menyaksikan perbuatan kita. Atau kalau kita sedang mengambil air wudhu, berkumur-kumur, lalu sebagian airnya kita telan toh orang lain tak ada yang tahu. Peluang dan kesempatan ada. Tapi kita tak berani melakukan hal itu karena kita sadar bahwa dihadapan Allah tak akan pernah ada sesuatu pun yang bisa disembunyikan. Bahkan Dia mengetahui segala sesuatu yang ada dalam diri kita : niat, harapan, ketakutan dan semua fikiran kita, baik pada saat sendirian maupun bersama orang lain
(QS 50 : 16; 58 : 7).  Dengan demikian, salah satu tujuan intermediate shaum adalah menumbuhkan sikap ihsan, suatu sikap yang oleh Rasulullah dijelaskan, anta'budallaha kaannaka taraahu fa in lam takun taraahu fainnahu yaraaka, " engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka jika kau tak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia senantiasa melihatmu," (HR Bukhari-Muslim).
Nah, jika nilai ihsan sudah terinternalisasikan dalam diri seseorang, maka salah satu out putnya adalah tumbuhnya rasa malu, tentu saja malu oleh Allah untuk tidak melanggar larangan-Nya atau menolak perintah-perintah-Nya. Dalam suatu kesempatan Rasulullah bersabda kepada para sahabat, "hendaklah kalian semua merasa malu oleh Allah dengan sebenar-benarnya malu," para sahabat menjawab, "wahai Rasulullah, sesungguhnya kami juga merasa malu oleh Allah !" Kemudian beliau bersabda lagi, "bukan begitu.. Yang disebut malu oleh Allah itu adalah.....antahfadzrra'sa wa maa hawaa (engkau memelihara kepala dan fikiran yang masuk ke dalamnya), wal bathana wa maa wa'aa (engkau memelihara perut dan segala makanan yang masuk ke dalamnya), wa dzikral mauta wal balaa (engkau mengingat kematian dan akibat buruk yang akan ditimbulkannya). HR Abu Dawud.
Malu oleh Allah itu ditampilkan dalam bentuk memelihara fikiran kita, karena berawal dari sinilah semua perbuatan manusia dilakukan. You are what you think adalah ungkapan yang menyiratkan bahwa manusia akan bertindak sesuai dengan fikirannya. Shaum melatih kita selalu berfikir positif. If you think positive,  you do positive action. Selalu memandang segala sesuatu dari sisi positif, tetap optimis meski dihadang kesulitan, dan berbaik sangka kepada Allah dalam segala keadaan.
Memelihara perut adalah sikap menjaga diri dari makanan dan usaha yang tidak halal. Memelihara sumber-sumber rezeki kita dari ragam usaha yang dilarang. Menjauhkan diri dari prilaku korup sekecil apapun serta selalu menjauhkan diri dari mengambil sesuatu yang bukan haknya serta menjaga sikap jujur dan mau berkorban demi kepentingan orang banyak.
Mengingat kematian adalah cara untuk senantiasa menjaga diri dari melakukan perbuatan dosa baik yang bersifat vertikal kepada Allah maupun yang horizontal kepada sesama manusia. Kematian adalah batas usia kita di dunia, setelah itu kita akan menerima akibat dan hasil yang sesuai dengan semua amal kita. Persoalan hidup yang sebenarnya bagi seorang muslim bukanlah tidak punya uang, hidup miskin, usaha bangkrut atau tidak punya jabatan. Persoalan hidup sebenar nya adalah tatkala seseorang mati, kemudian Allah memasukkannya ke dalam neraka. Tak ada kesempatan memperbaiki diri. Tak ada kesempatan kedua. Hidup di dunia inilah satu-satunya peluang yang Allah sediakan agar kita mendapatkan ridha-Nya.
Nah, secara singkat, in put shaum itu adalah niat kita yang tulus; out putnya antara lain adalah
terbentuknya sikap ihsan; outcomesnya adalah dimilikinya rasa malu, dan impact atau dampaknya adalah terjaganya fikiran, perut atau sumber-sumber rezeki kita serta menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat mencelakakan akhirat kita.
Wallahu a'lam bisshawab

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

lihat iklan, dapat duit !

 
Copyright © Sukses Dunia-Akhirat | Using Amoebaneo Theme | Bloggerized by Themescook | Redesign by Kang eNeS
Home | TOP