Dana Aspirasi DAPIL : Jeruk makan jeruk

Rabu, 09 Juni 2010

Anggota DPR yang baik (kecuali yang tidak) tentulah berkeinginan memajukan daerah pemilihannya. Apalagi kalau daerahnya banyak tertinggal dari daerah lain baik dari sisi infra strukur yang ada, pengembangan potensi ekonomi, pelayanan pendidikan dan kesehatan maupun dari aspek sosial budayanya. Bisa dipastikan ketika masa kampanye ia  banyak menyampaikan janji kepada masyarakat pemilihnya untuk berbuat dan melakukan ini-itu kalau nanti terpilih. Dan karena untuk memenuhi janjinya itu tak mungkinlah ia membiayainya dari kantongnya sendiri, maka ia pun berjuang agar tiap anggota dewan mendapatkan dana aspirasi untuk masing-masing dapilnya sebesar 15 M. Dan total dana yang harus ditanggung APBN, di luar alokasi biaya yang sudah ditetapkan sebelumnya, berkisar sebesar 8,4 T. Jumlah yang aduhai yang pasti bikin ngiler para koruptor atau paling tidak, lumayanlah kalau dapat uang dengar atau ceu kokom alias komisi, bisa juga kompensasi, fee atau entahlah
nama yang pas untuk itu.
Keinginan sebahagian anggota DPR itu sah-sah saja. Malah sangat bagus jika niatnya tulus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerahnya. Namun, nah ini dia, ada beberapa masalah yang perlu dicermati sebelum diputuskan apakah dana aspirasi itu pantas dan karena itu harus dilaksanakan, ataukah tak pantas dan karena itu harus ditolak. Masalah-masalah itu
kurang lebih begini :
1. Selama ini dana aspirasi untuk dapil sudah ada. Biasanya dimasukkan dalam anggaran-anggaran departemen. Mekanisme pengeluarannya biasanya terkait langsung dengan anggota Dewan karena dialah yang punya akses. Prosesnya dilakukan dengan pengajuan proposal dari masyarakat.  Anggota Dewan turun ke daerah, maksudnya ke masyarakat pendukungnya, lalu bercerita bahwa di pusat di departemen anu ada dana sekian sekian.  Untuk mendapatkannya diperlukan proposal. "Nah, ajukan saja proposal, biar nanti setelah sampai ke pusat, saya yang ngurus," begitu kata sang dewan. Kemudian dibuatlah semacam MoU bahwa jika dana sudah cair, sekian % harus dipotong untuk kas partai (realitasnya ya masuk ke kantong
sendirilah). Kalau bantuan itu untuk sarana pendidikan, sekolah misalnya, tak boleh menolak jika partai menyelenggarakan kegiatan di tempat itu, dan ( ini point pentingnya ) pada saat pemilu nanti, masyarakat di situ harus loyal kepada sang dewan dengan memilihnya. Pintar kan..! sepertinya berjuang untuk rakyat tetapi hakikatnya bertujuan memperkuat posisi politisnya.
2. Informasi dana aspirasi dapil itu hanya disampaikan kepada para pendukung. Bukan kepada publik ! Yang mengajukan proposal pun adalah orang-orang separtainya. Kalau pun ada permohonan bantuan dari orang lain, betul-betul dipilih, diantisipasi dan diprediksi pada pemilu berikut yang proposalnya diurus itu akan pindah haluan mendukung partainya. Ya anggap
saja celengan untuk menghadapi pemilihan mendatang. Dengan berbuat sesuatu pada masyarakat, dia akan menikmati hasil di kemudian hari. Ini kan yang disebut kepemimpinan transaksional alias dagang. Memberi untuk bisa mengambil.
3. Karena penyaluran dana tersebut lebih fokus kepada para pendukung, terjadilah kemudian gap yang cukup jauh dalam proses pembangunan. Mereka yang memang punya wakil di DPR mendapat bantuan. Yayasan, lembaga pendidikan, mesjid mesjid, LSM, kelompok-kelompok usaha, petani, nelayan dan lain sebagainya, bisa membangun, malah ada yang tiap tahun.
Sementara pendukung partai lain yang kebetulan tak punya wakil di DPR cuma gigit jari. Boleh saja mereka mendapatkan bantuan, tapi ya itu tadi, harus pindah haluan alias pindah partai. Hemm..enak, kan. Dan kadang, di daerah yang mayoritas penduduknya kurang berpendidikan malah disebutkan bantuan itu berasal dari partai ( ceilee.. berani membohongi publik tuh).
4. Penyaluran dana-dana itu kadang sulit dilacak pemda karena biasanya langsung masuk ke rekening yayasan, lembaga atau sekolah (malah banyak pemda yang tak tahu warganya mendapat bantuan), berapa nilai uang yang beredar, kemana saja penyalurannya, bagaimana kaitannya dengan peningkatan daya beli masyarakat, pemda mengalami kesulitan. Belum
lagi sebagian besar masyarakat kita kalau mendapat bantuan keuangan dari pemerintah dianggapnya ghanimah, adrahi atau hibah. Sehingga transparansi dan akuntabilitas penggunaannya kadang dianggap remeh. Dan ini menyuburkan prilaku korup di masyarakat. Bahkan ada logika salah kaprah "kapan lagi menikmati duit pemerintah kalau bukan sekarang, dari pada dikorupsi orang-orang pusat ya kita nikmati saja !"
5.  Logika yang dipakai para pengusul adalah logika dagang dan logika persekongkolan. Logika yang berujung pada "siapa mendapat apa, dengan cara bagaimana, dan apa dampak politisnya untuk saya atau partai saya". Inilah korupsi gaya baru. Karena bagaimana pun masyarakat kita selalu berterima kasih kepada orang yang memperjuangkan kepentingannya dengan cara memberi fee. Nah, hitung saja, jika ada seorang anggota dewan mengusahakan proyek-proyek pembangunan di daerah pemilihannya sebanyak 10 dengan nilai 10 M, lalu dia mendapat fee dari masing-masing 5% saja, berapa keuntungan yang dia dapatkan dengan cara menjual rakyatnya.
6. Dana aspirasi dapil akan semakin menjauhkan perkembangan satu daerah dari daerah lain. Jawa Barat yang punya 87 wakil di DPR akan menikmati dana besar, sementara Papua, NTB atau NTT yang amat membutuhkan suntikan dana justru kebagian sedikit saja sebanding dengan jumlah wakil mereka. Hal ini sungguh bertentangan dengan program pemerataan
pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.
Karena itu, dana aspirasi dapil harus ditolak karena bisa merusak program yang sudah dibuat sebelumnya dari mulai musrenbang kelurahan, kecamatan, kota, provinsi sampai musrenbangnas. Biarlah rakyat menyampaikan aspirasinya, kebutuhan
dan harapannya. Pemerintah kemudian menetapkan skala prioritas dan plafon pembiayaannya. Nah awasilah dengan ketat
agar terlaksana dengan baik, kalau perlu marah besar jika DPR menilai program tertentu tidak jalan. Jewer saja agar pemerintah lebih serius lebih fokus lebih teliti lebih bertanggungjawab.
Wow ... Dana aspirasi dapil?  itu sih jeruk makan jeruk namanya hehehe

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

lihat iklan, dapat duit !

 
Copyright © Sukses Dunia-Akhirat | Using Amoebaneo Theme | Bloggerized by Themescook | Redesign by Kang eNeS
Home | TOP