Sebagaimana yang kita tahu, Islam itu merupakan din yang syumul (menyeluruh, integral atau holistik). Sebagai sebuah sistem kehidupan, aturan-aturannya meliputi semua segi dan aspek kehidupan kita. Dari mulai masalah besar, seperti pendidikan, ekonomi, politik, kebudayaan, pengembangan teknologi sampai masalah pertahanan dan keamanan. Demikian juga dengan masalah sehari-hari yang mungkin kita anggap sepele, Islam punya petunjuknya. Petunjuk itu ditampilkan dalam bentuk do'a. Keluar rumah, ke pasar atau berpakaian, ada do'anya, kan. Mau makan, tidur atau mengerjakan sesuatu, selalu diawali dan diakhiri dengan do'a. Masuk WC, ya sama. Keluar WC, sami mawon. Bolak-balik ke WC ? wah itu sih mungkin lagi muntaber hehehe. Pokoknya tak ada sesuatu pun yang berkaitan dengan aktivitas manusia yang tidak ditemukan petunjuk-petunjuknya. Sungguh, dengan Islam, bimbingan Allah dapat dirasakan di semua ranah kehidupan.
Nah, Islam yang syumul itu harus kita terjemahkan dari sisi panjang, lebar dan dalamnya. Panjang artinya berkaitan dengan rentang dan waktu kehidupan yang kita jalani sejak masih ada dalam rahim sampai kematian kita. Lebar berkaitan dengan semua aktivitas kita baik ketika ada di rumah, di kantor, di pasar, di tempat ramai atau sepi, sedang sendirian atau bersama orang lain atau di mana dan dalam keadaan apapun. Sedangkan dari sisi kedalamannya, Islam itu mengatur kebutuhan dunia dan akhirat kita; kebutuhan jasmani dan ruhani kita; jangka pendek dan masa depan kita, atau kebutuhan fisik, fikiran dan hati kita menjadi sesuatu yang bulat dan utuh, "sesungguhnya shalatku, segala gerak dan aktivitasku, hidup sampai matiku, hanyalah untuk Allah: penguasa, pemilik, pencipta dan penyempurna seluruh alam" (QS al -An'am : 162).
Semua kegiatan yang kita lakukan dengan mendasarkan diri pada petunjuk-petunjuk Allah itu dikenal dengan sebutan ibadah dalam arti luas. Jadi ibadah itu berkaitan dengan semua aktivitas kita untuk melakukan hal-hal yang disukai dan dicintai Allah. Dia menyukai keindahan dan kebersihan, sikap toleran dan moderat, kedermawanan, santun, sportif, kerja keras, disiplin, jujur, baik hati, rendah hati, setia pada janji dan memegang teguh amanah serta sikap-sikap lainnya yang kalau kita lakukan dengan tulus niscaya termasuk dalam lingkup ibadah. Sehingga dalam dunia ibadah itu, tak ada pemisahan antara hal-hal yang sakral dengan yang profan; antara yang bersifat duniawi dengan yang ukhrawi, atau antara beramal untuk Allah dengan beramal untuk manusia. Contohnya, aktivitas seksual suami isteri adalah bagian dari ibadah. Bekerja mencari rezeki yang halal untuk menghidupi keluarga juga ibadah. Menata lingkungan rumah kita agar bersih dan nyaman, atau berolahraga secara rutin guna menjaga kebugaran tubuh kita agar tetap sehat dan produktif, jelas termasuk ibadah. Wuih, jadi seorang muslim itu sungguh membahagiakan. Apapun yang kita lakukan bisa bernilai ibadah. Luar biasa, kan ! Singkat cerita, ibadah ini terbagi menjadi dua bagian : mahdhah dan ghoer mahdhah. Mahdhah arti asalnya murni (pure). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang murni 100% ditentukan oleh Allah. Tak ada campur tangan manusia. Shalat, misalnya, bagaimana praktiknya dan apa yang harus dibaca di dalamnya, semua sudah ditetapkan Allah dan kemudian dicontohkan Rasulullah. Prinsipnya, amalkan atau praktikkan saja, tak boleh menambah atau mengurangi. Jangan berimprovisasi. Jadi seperti sebuah partitur musik klasik, mainkan saja apa yang ada dan tertulis di dalamnya. Menambah nada baru atau menguranginya niscaya akan merusak keutuhan musik itu sendiri. Sedangkan ibadah ghoer mahdhah (non mahdhah) adalah ibadah yang bisa dilakukan di mana kemampuan improvisasi kita boleh diterapkan. Islam hanya menegaskan prinsip-prinsip pokoknya saja. Teknis pelaksanaannya bisa dilakukan dengan memperhatikan perkembangan zaman yang ada. Beberapa contoh bisa dilihat berikut ini : mencari rezeki yang halal itu wajib hukumnya, tetapi teknisnya terserah kita. Mau jadi pedagang? it's up to you...mau jadi buruh di paberik, bikin CV atau PT, silakan.. Yang prinsip, rezeki yang kita peroleh itu bukan dari hasil mencuri, menipu atau korupsi ! Memperhatikan dan membantu anak yatim adalah kewajiban agama. Mau mendirikan panti asuhan? it's good..Si yatim tetap tinggal di rumahnya dimana tiap bulan kita perhatikan biaya pendidikannya, itu juga sah sah saja.. biar lebih afdhal, bagaimana kalau ibunya dinikahi saja? waw maunya.. tapi ya boleh-boleh sajalah. Tak ada yang larang kok...
Jadi ibadah ghoer mahdhah ini demikian luas lingkup dan cakupannya, dan inilah sesungguhnya yang kita kenal dengan istilah muamalah, yaitu ibadah yang terrefleksikan dalam pergaulan dan interaksi sosial kita. Nah, kelemahan kedua umat Islam, setelah keliru memahami makna takdir, adalah memisahkan ibadah dari muamalah. Seolah-olah keduanya terpisah seperti minyak dan air. Padahal bentuk pengamalan lanjutan dari ibadah mahdhah yang kita lakukan adalah muamalah. Dan ayat-ayat Al-Qur'an yang menyatakan itu sungguh banyak bisa kita temukan. Salah satu bahan renungan kita, perhatikanlah surat al-Ma'un (QS : 107). Mengapa orang yang suka mengerjakan shalat disebut "celaka" ? (apalagi yang tak suka shalat ya..) Ya karena shalatnya tidak melahirkan kesadaran sosial sehingga ia tak memperdulikan anak-anak yatim, tak suka memberikan makanan pada orang-orang miskin, bahkan ia suka menyembunyikan atau menimbun bahan makanan pokok (needs) untuk kemudian dijual pada saat orang lain amat membutuhkan, dan dengan begitu ia mendapatkan keuntungan berlipat-lipat.
Perhatikanlah Al-Qur'an: diawali dengan basmalah, diakhiri dengan al-nas (manusia). Demikian juga shalat : diawali dengan takbir, diakhiri dengan salam. Nah, basmalah dan takbir melambangkan hubungan manusia dengan Allah (hablun min al Allah). Al-nas dan salam melambangkan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun min al nas). Kesimpulannya : semua ibadah dalam Islam, pada awalnya berkaitan dengan Allah, tetapi pelaksanaannya (aplikasi dan implementasinya) selalu berkaitan dengan kehidupan sosial. Karena itu, seorang muslim adalah orang yang hubungannya dengan Allah baik dan terus meningkat kualitasnya, dan hasil hubungan yang baik dengan Allah itu kemudian melahir
kan hubungan yang baik pula dengan sesamanya. Dengan kata lain, ibadah dalam Islam mengajarkan cara berfikir tiga dimensi : vertikal (selalu ingat kepada Allah di setiap tempat dan keadaan); longitudinal (berfikir secara historis guna melakukan instrospeksi diri atau muhasabah yang kontinyu agar kualitas diri bisa terus ditingkatkan), dan lateral (berfikir secara sosial, tengok
kanan kiri, peduli dan selalu memperhatikan hal-hal yang ada di sekitar kita).
Dengan demikian, kualitas ibadah seseorang akan terlihat pada sikap dan prilaku sosialnya yang disebut muamalah itu. Lho, bagaimana dengan orang yang rajin beribadah, tapi prilaku sosialnya tidak elok; kikir, egois, individualis, materialistis, hedonis, sarkastis, narcisis, sekularis serta iis-iis lainnya? Bahkan orang-orang seperti ini banyak yang sukses, kan? Nah, itu sih kelompok MUNTABER namanya: Munafik Tapi Berhasil. Tapi percayalah, sukses mereka itu semu adanya. Dan tak akan bertahan lama. Karena hanya orang-orang yang selalu berbuat 'sesuatu' untuk kemaslahatan dan kepentingan masyarakatnya sebagai wujud kesadaran dari hasil ibadahnyalah yang disebut SUKSES sebenarnya...
Karena itu, apa yang harus kita lakukan adalah meningkatkan kualitas ibadah kita, dan seterusnya aplikasikan dan implementasikanlah hasilnya dalam realitas kehidupan sosial kita, niscaya kita akan menjadi orang yang dicintai Allah dan juga manusia. Dan inilah Kunci Sukses Dunia Dan Akhirat kita. Ayo, majulah majulah, serentak-serentak, bergerak-bergerak, majulah...majulah menang !!!
DEEPIKA CHILDREN'S LEAGUE 2024
1 minggu yang lalu
1 komentar:
Ini baru superr...
Posting Komentar