Yang Terpinggirkan

Kamis, 14 Januari 2010

Kepada para sahabat ingin kusampaikan
di tempat ini banyak informasi berseliweran
namun hanya sedikit yang mengandung kebenaran
karena yang nyaring terdengar adalah teriakan
penuh prasangka dan sikap saling menyalahkan
hingga aku larut dalam kebingungan
di negeri apakah sebenarnya aku hidup :
hutan-hutan dijarah dihancurkan
uang rakyat dicuri trilyunan
hukum telah jadi barang dagangan
sementara para pemimpin lahir dari mekanisme pemilihan
yang paling banyak modal itulah yang jadi pemenang
seolah Tuhan bisa diletakkan dalam kurungan
disuruh manggut-manggut seperti burung perkutut
dan ketika bencana datang tiba-tiba
barulah Dia diseru dan dimintakan pertolongan 

Banyak informasi berseliweran
tapi sayang bukan kebenaran
pasar-pasar rakyat terbakar atau dibakar
kios-kios dagangan hancur atau dihancurkan
mereka berteriak tapi tak terdengar
menangis tapi tanpa isakan
sawah ladang berpindah tangan
hingga mereka jadi orang asing di kampungnya sendiri
dan jika sesekali mencuri karena kelaparan
langsung dipidanakan dengan hukuman denda atau kurungan
hingga habislah sudah semua miliknya
kecuali helaan nafasnya yang tinggal satu dua
tak kuasa memandang langit kecuali bumi tempat ia berpijak
tempat nanti ia dikuburkan, di pinggir jalan setapak
tempat yang sering dilewati para pencuri dan penjarah hutan

Banyak informasi berseliweran
sedikit yang terungkap lebih banyak yang disembunyikan
kebenaran tertutup rapat oleh banyak kepentingan
segelintir orang yang bengkok hati dan lemah fikiran
menilai bahwa segala sesuatu bisa dibeli dengan uang di tangan
fasilitas yang dijanjikan dan kekayaan untuk tujuh turunan
tapi mereka hanya bisa membeli raga tapi bukan menguasai hati
membayar suara tapi bukan cinta dan ketulusan
hidup jadi sandiwara dan segala sesuatu menjadi semu
kepura-puraan jadi hiasan dan batin mereka menangis kesepian
tak punya sahabat selain jalinan kepentingan
rapuh seperti sarang laba-laba
cuma menjerat serangga kecil yang sering terpesona
melihat cahaya lilin yang kemudian membakar dirinya

8 komentar:

Unknown mengatakan...

Hallo Salam kenal ya... semoga blog anda makin banyak pengunjungnya... amien.. (hehe nggak nyambung sama artikel ya)
ditunggu di blog saya
makasih atas kunjungannya

Anonim mengatakan...

salam kenal pak ^_^

puisi tentang keadaan sosial negri kita yang carut marut ya pak.

Ivan Kavalera mengatakan...

Puisi yang luar biasa. Diksinya sangat bagus. Sketsa sosial yang pas banget. Salam budaya!

Yan Hasanudin Malik mengatakan...

ya mencoba memotret realitas sosial yang ada untuk bahan renungan bersama. Mudah2an kita selalu bisa saling berbagi, give, give, give and take, yg sering salah kaprah jadi take and give : mengambil dulu baru memberi haha

eNeS mengatakan...

Hehe... blog si akang jadi rame unk... Baguslah.

Setuju dengan mas Ivan. Ini memang puisi yang bagus. Kritis dalam memotret persoalan bangsa...

Maju terus kang!!!

Anonim mengatakan...

ga bisa koment apa-apa dah... ritme, diksi, tema dan kualitas isinya benar-benar mantap banget..
makasih sudah berkunjung ke blog ane.. keep spirit :)

Vanestorrz mengatakan...

wah bagus banget mas, kunjungi blog saya ya mas. . . .

PERI SANDI HUIZCHE mengatakan...

"kepada yang terhormat Bapakku"

hujan kata berjatuhan di meja hijau
bersilat lidah, menyambar kebenaran
sogok menyogok. sungguh puitis kelakuannya.
sorotan mata seperti mengulurkan dalil yang shahih. betapa dipercaya dirinya.

bapakku, aku sudah tidak menemukan kebenaran di negeri ini.
di tv aku menyaksikan reforter meliput pembunuhan, pemekosaan, maling, hutan gundul, kelaparan, gempa bumi, jeritan minta tolong, peperangan, dan seterusnya.
di sana juga aku menemukan kisah cinta yang kolokan. cinta laura VS perempuan berkalung sorban. belum lagi iklan-iklan yang menghantam mataku menjadi matrealis sejati.
inilah jamanku yang terpotong dari akarnya.

bapak, puisi ini lahir bukan dari keterpinggiran, tapi lahir dari mataku yang menangis, memeluk Hudanku yang tak dibaca lagi. dari nafasku yang sesak oleh bunyi suara keadilan yang tak adil.

bukankah pengadilan adalah ladang pembantaian keadilan?

di mana kebenaran?
di mana kebenaran?

bapak, akuhanya tau permasalahan yang ditambah permasalahan lain, lagi dan lagi, bukan cara untuk menyelesaikan.

aku ngeri
aku malu
aku tak mau dipinggirkan.
aku mau kebenaran!

2010

buat apa berpusi kalau dijauhkan dari realitas masyarakat.
so'al pengungkapan dan metode, adalah biografi mempengaruhi memberi warna pada setiap katanya...

kata-kata adalah senjata...
dan
pelatuknya adalah tingkah laku kita.
bukan berarti sandiwara tapi ini realita.



hehehehe...
salam hangat untuk Bapakku.

Posting Komentar

 
 
 

lihat iklan, dapat duit !

 
Copyright © Sukses Dunia-Akhirat | Using Amoebaneo Theme | Bloggerized by Themescook | Redesign by Kang eNeS
Home | TOP