Kali ini aku ingin bicara tentang ragam penyakit yang sering hinggap dalam tubuh umat Islam sampai akhirnya mereka keliru memahami Islam, tapi bukan sekali-kali aku lebih tahu dari orang lain, sama sekali tidak! Aku cuma gelisah berkepanjangan, punya obsesi akut : melihat umat Islam dan bangsaku maju dalam segala bidang. Nah, setelah membolak-balik fikiran, merenung dan tercenung, kadang sambil minum kopi dan makan kurupuk atau kiripik, sampailah sementara ini pada kesimpulan, bahwa inilah beberapa kesalahan yang menyebab kan kemunduran atau kejumudan umatku dan bangsaku, sehingga mereka sulit menjadi sukses, yaitu :
Salah memahami konsep "takdir"
Banyak orang menganggap takdir itu keadaan yang tidak bisa dirubah, berlaku pasti karena dari sononya memang begitu. Sering kita dengar orang-orang mengatakan, “saya memang ditakdirkan miskin”. Atau, “saya memang bodoh, Allah menakdirkan saya bukan orang cerdas”, atau seperi ini, ”memang nasibku sudah begini, mau apa lagi. Terima saja apa adanya !"
Ucapan-ucapan senada banyak kita temukan. Cermin dari paradigma berfikir yang melihat Allah punya kekuatan memaksa yang luar biasa besar sampai-sampai ikhtiar atau usaha manusia tak berarti apa-apa. Faham ini dikenal sebagai faham jabariyah atau fatalistik. Banyak yang berfikiran seperti itu, kan… Ada juga yang berpandangan sebaliknya. Manusia punya kuasa atas dirinya sendiri. Kalau dia sukses ya itu adalah hasil dari usahanya. Kalau dia kaya. Itu juga hasil ikhtiarnya. Tak ada campur tangan Allah. Manusia adalah tuan atas dirinya. Yang seperti ini disebut qadariyah. Faham yang mengagung-agungkan kuasa manusia. Wah bingung nih.. Jadi bagaimana sih sebenarnya takdir itu…
Takdir itu makna asalnya ukuran atau acuan. Kalau mau kenyang ya makan. Kalau mau pintar ya rajinlah belajar. Kenyang atau pintar adalah ukuran yang baru bisa jadi kenyataan kalau kita melakukan upaya atau proses ke arah itu : makan atau belajar. Semangat mau kenyang tapi tanpa makan, melamun namanya. Ingin pintar tanpa belajar, menghayal namanya. Ingin punya duit banyak tapi cukup merem sambil baca mantra sima aing, sima maung, aing kasima komo maung. Weleh weleh orang gila itu namanya. Jadi secara sederhana, “takdir” itu ukuran yang Allah tetapkan bagi segala sesuatu. Nah, takdir ini jenisnya ada dua, yaitu :
a. Takdir Kauniy
Takdir yang terjadi pada alam semesta. Mereka terikat oleh hukum-hukum tertentu yang dalam bahasa sains disebut “hukum alam” dan dalam Al-Qur’an disebut “sunnatullah”, misalnya saja, ayam mengerami telurnya dalam jangka waktu duapuluhsatu (21) hari; air akan mendidih jika panasnya sudah mencapai seratus derajat celcius; angin selalu bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. Dari sisi fisik, manusia pun terikat dan tidak bisa menolak takdir kauniy ini. Mau contoh ? Lihat saja fisik kita. Kalau sudah tua rambut berubah dari hitam menjadi putih. Jadi yang mulai beruban, artinya sudah meninggalkan dunia hitam ya hehe Gigi mulai tanggal satu per satu; kulit mulai keriput, dan dengan bertambah nya usia, mulailah kita diserang penyakit serba B : batuk, botak, bungkuk, beser (sering buang air), boson (sering kentut), dan kadang belikan (gampang tersinggung). Itu artinya kita tak bisa menghindari takdir bahkan kita hidup di dalamnya. Jadi secara fisik, kita ini sudah tunduk pada ketentuan dan ketetapan Allah. Sudah muslim lho dari sisi fisik, tentunya..
b. Takdir ikhtiyariy
Berikutnya adalah takdir yang lain yang disebut Takdir ikhtiyari, yaitu takdir yang selalu berkaitan dengan usaha manusia. Takdir ini akan terwujud jika manusia melakukan berbagai macam upaya dan memproses diri untuk mencapai apa yang Allah tetapkan. Contohnya : Allah sudah menetapkan rizki bagi semua makhluk-Nya. Rizki itu baru akan didapatkan manusia kalau ia mau berikhtiar, berusaha, bekerja dan beramal. Rizki yang ada dalam kehidupan kita diturunkan oleh-Nya melalui mekanisme tertentu, hukum dan prosedur tertentu. Dia tak akan menurunkan rizki dari langit begitu saja. Dia tak akan menurunkan duit sekarung, misalnya, untuk orang yang berdo’a seharian tanpa kerja. Seperti halnya Dia tak akan menyembuhkan seseorang dari penyakit tanpa berusaha berobat. Memang betul Dia sudah menetapkan (qadha) bahwa setiap orang sudah ditentukan rizkinya, umurnya dan jodohnya. Tetapi seperti yang aku sampaikan sebelumnya, ketetapan itu baru akan jadi kenyataan kalau kita berusaha atau berikhtiar.
Dalam kaitan dengan ini, ada tiga hal yang saling berhubungan yakni : qadha (ketetapan Allah), qadar (usaha manusia), dan takdir. Ketetapan Allah (qadha) itu bersifat umum : Dia sudah menetapkan rizki bagi semua makhluk-Nya di bumi ini. Hidup di atasnya, mati pun di sini, dan rizkinya pun terkait dengan bumi tempat ia hidup itu. Qadar adalah usaha atau ikhtiar yang manusia lakukan sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Qadar ini merupakan proses yang manusia lakukan untuk mendapatkan rizki itu sesuai dengan kadar usaha, semangat dan kegigihannya, keahlian, keterampilan dan ilmu pengetahuan yang dikuasainya. Barulah kemudian Takdir akan menjadi kenyataan. Kesimpulannya Qadha + Qadar = Takdir
Dengan kata lain, rizki yang Allah tetapkan untuk manusia itu baru akan diperolehnya jika ia melakukan ikhtiar untuk mendapatkannya (lihat artikel terdahulu : Tak ada yang kaya dengan melamun). Bekerja dan berdo’a. Sementara hasilnya kita serahkan kepada-Nya. Lalu terjadilah takdir itu. Nah, dengan memahami konsep ini, aku berharap orang-orang akan meyakini keadilan dan kekuasaan Allah atas segala sesuatu, karena dalam setiap peristiwa yang manusia alami selalu ada campur tangannya. Dia akan memberikan rizki bagi siapa saja yang mau memproses diri mendapatkannya, dengan ilmu, keterampilan, kecerdasan dan kemauannya. Caranya bisa melalui tangan orang lain atau melalui hal-hal yang akal kita tak akan mampu memahaminya, dan sebagai manusia yang punya banyak kelemahan, kita hanya bisa melakukan kontrol atas proses yang kita jalankan (kerja dengan rencana, strategi, goal, evaluasi dan perbaikan yang terus menerus), tetapi kita tak bisa mengontrol hasil.
Karena itu, bekerjalah seoptimal dan semaksimal mungkin. Tingkatkan terus kemampuan kita. Banyak belajar dari kegagalan dan kesuksesan yang dicapai. Setelah itu berdo’a, memohon bimbingan-Nya, bersedekah, berbuat kebajikan, selalu optimis dan tidak berburuk sangka kepada-Nya. Dan hasilnya kita serahkan kepada-Nya karena Dialah yang maha tahu apa yang terbaik untuk kita. Dengan demikian, bukan nasib yang menentukan keadaan manusia. Tetapi dirinyalah yang menentukan nasibnya. Berfikir positif, optimis, terus ikhtiar dan berbaik sangka kepada Allah akan menjadi pilar sukses. Karena itu sukses adalah sebuah pilihan. Bukan Takdir !
Salah memahami konsep "takdir"
Banyak orang menganggap takdir itu keadaan yang tidak bisa dirubah, berlaku pasti karena dari sononya memang begitu. Sering kita dengar orang-orang mengatakan, “saya memang ditakdirkan miskin”. Atau, “saya memang bodoh, Allah menakdirkan saya bukan orang cerdas”, atau seperi ini, ”memang nasibku sudah begini, mau apa lagi. Terima saja apa adanya !"
Ucapan-ucapan senada banyak kita temukan. Cermin dari paradigma berfikir yang melihat Allah punya kekuatan memaksa yang luar biasa besar sampai-sampai ikhtiar atau usaha manusia tak berarti apa-apa. Faham ini dikenal sebagai faham jabariyah atau fatalistik. Banyak yang berfikiran seperti itu, kan… Ada juga yang berpandangan sebaliknya. Manusia punya kuasa atas dirinya sendiri. Kalau dia sukses ya itu adalah hasil dari usahanya. Kalau dia kaya. Itu juga hasil ikhtiarnya. Tak ada campur tangan Allah. Manusia adalah tuan atas dirinya. Yang seperti ini disebut qadariyah. Faham yang mengagung-agungkan kuasa manusia. Wah bingung nih.. Jadi bagaimana sih sebenarnya takdir itu…
Takdir itu makna asalnya ukuran atau acuan. Kalau mau kenyang ya makan. Kalau mau pintar ya rajinlah belajar. Kenyang atau pintar adalah ukuran yang baru bisa jadi kenyataan kalau kita melakukan upaya atau proses ke arah itu : makan atau belajar. Semangat mau kenyang tapi tanpa makan, melamun namanya. Ingin pintar tanpa belajar, menghayal namanya. Ingin punya duit banyak tapi cukup merem sambil baca mantra sima aing, sima maung, aing kasima komo maung. Weleh weleh orang gila itu namanya. Jadi secara sederhana, “takdir” itu ukuran yang Allah tetapkan bagi segala sesuatu. Nah, takdir ini jenisnya ada dua, yaitu :
a. Takdir Kauniy
Takdir yang terjadi pada alam semesta. Mereka terikat oleh hukum-hukum tertentu yang dalam bahasa sains disebut “hukum alam” dan dalam Al-Qur’an disebut “sunnatullah”, misalnya saja, ayam mengerami telurnya dalam jangka waktu duapuluhsatu (21) hari; air akan mendidih jika panasnya sudah mencapai seratus derajat celcius; angin selalu bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. Dari sisi fisik, manusia pun terikat dan tidak bisa menolak takdir kauniy ini. Mau contoh ? Lihat saja fisik kita. Kalau sudah tua rambut berubah dari hitam menjadi putih. Jadi yang mulai beruban, artinya sudah meninggalkan dunia hitam ya hehe Gigi mulai tanggal satu per satu; kulit mulai keriput, dan dengan bertambah nya usia, mulailah kita diserang penyakit serba B : batuk, botak, bungkuk, beser (sering buang air), boson (sering kentut), dan kadang belikan (gampang tersinggung). Itu artinya kita tak bisa menghindari takdir bahkan kita hidup di dalamnya. Jadi secara fisik, kita ini sudah tunduk pada ketentuan dan ketetapan Allah. Sudah muslim lho dari sisi fisik, tentunya..
b. Takdir ikhtiyariy
Berikutnya adalah takdir yang lain yang disebut Takdir ikhtiyari, yaitu takdir yang selalu berkaitan dengan usaha manusia. Takdir ini akan terwujud jika manusia melakukan berbagai macam upaya dan memproses diri untuk mencapai apa yang Allah tetapkan. Contohnya : Allah sudah menetapkan rizki bagi semua makhluk-Nya. Rizki itu baru akan didapatkan manusia kalau ia mau berikhtiar, berusaha, bekerja dan beramal. Rizki yang ada dalam kehidupan kita diturunkan oleh-Nya melalui mekanisme tertentu, hukum dan prosedur tertentu. Dia tak akan menurunkan rizki dari langit begitu saja. Dia tak akan menurunkan duit sekarung, misalnya, untuk orang yang berdo’a seharian tanpa kerja. Seperti halnya Dia tak akan menyembuhkan seseorang dari penyakit tanpa berusaha berobat. Memang betul Dia sudah menetapkan (qadha) bahwa setiap orang sudah ditentukan rizkinya, umurnya dan jodohnya. Tetapi seperti yang aku sampaikan sebelumnya, ketetapan itu baru akan jadi kenyataan kalau kita berusaha atau berikhtiar.
Dalam kaitan dengan ini, ada tiga hal yang saling berhubungan yakni : qadha (ketetapan Allah), qadar (usaha manusia), dan takdir. Ketetapan Allah (qadha) itu bersifat umum : Dia sudah menetapkan rizki bagi semua makhluk-Nya di bumi ini. Hidup di atasnya, mati pun di sini, dan rizkinya pun terkait dengan bumi tempat ia hidup itu. Qadar adalah usaha atau ikhtiar yang manusia lakukan sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Qadar ini merupakan proses yang manusia lakukan untuk mendapatkan rizki itu sesuai dengan kadar usaha, semangat dan kegigihannya, keahlian, keterampilan dan ilmu pengetahuan yang dikuasainya. Barulah kemudian Takdir akan menjadi kenyataan. Kesimpulannya Qadha + Qadar = Takdir
Dengan kata lain, rizki yang Allah tetapkan untuk manusia itu baru akan diperolehnya jika ia melakukan ikhtiar untuk mendapatkannya (lihat artikel terdahulu : Tak ada yang kaya dengan melamun). Bekerja dan berdo’a. Sementara hasilnya kita serahkan kepada-Nya. Lalu terjadilah takdir itu. Nah, dengan memahami konsep ini, aku berharap orang-orang akan meyakini keadilan dan kekuasaan Allah atas segala sesuatu, karena dalam setiap peristiwa yang manusia alami selalu ada campur tangannya. Dia akan memberikan rizki bagi siapa saja yang mau memproses diri mendapatkannya, dengan ilmu, keterampilan, kecerdasan dan kemauannya. Caranya bisa melalui tangan orang lain atau melalui hal-hal yang akal kita tak akan mampu memahaminya, dan sebagai manusia yang punya banyak kelemahan, kita hanya bisa melakukan kontrol atas proses yang kita jalankan (kerja dengan rencana, strategi, goal, evaluasi dan perbaikan yang terus menerus), tetapi kita tak bisa mengontrol hasil.
Karena itu, bekerjalah seoptimal dan semaksimal mungkin. Tingkatkan terus kemampuan kita. Banyak belajar dari kegagalan dan kesuksesan yang dicapai. Setelah itu berdo’a, memohon bimbingan-Nya, bersedekah, berbuat kebajikan, selalu optimis dan tidak berburuk sangka kepada-Nya. Dan hasilnya kita serahkan kepada-Nya karena Dialah yang maha tahu apa yang terbaik untuk kita. Dengan demikian, bukan nasib yang menentukan keadaan manusia. Tetapi dirinyalah yang menentukan nasibnya. Berfikir positif, optimis, terus ikhtiar dan berbaik sangka kepada Allah akan menjadi pilar sukses. Karena itu sukses adalah sebuah pilihan. Bukan Takdir !
1 komentar:
Bagus sekali tulisannya, pencerahan buat saya...
Saya pernah baca juga buku ESQ-Ary Ginanjar Gustian. Takdir terdiri dari beberapa takdir antara, baru kemudian takdir akhir. Segala ikhtiar berada di takdir antara, takdir akhir bisa berubah, tergantung pada upaya apa saja yang dilakukan pada takdir antara...
Posting Komentar