Sumber Nilai Islam

Jumat, 29 Oktober 2010

Urgensi memahami syahadah
Setiap muslim tentulah sering membaca dua kalimah syahadah, "asyhadu an laa ilaaha illa Allah wa asyhadu anna Muhamadan rasulullah". Kalimat yang sangat pendek, bukan? Tetapi dalam kalimah inilah sesungguhnya terletak sumber nilai Islam. Mengapa begitu? Syahadah terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, "asyhadu an laa ilaaha illa Allah" biasa disebut syahadah uluhiyah, syahadah kita kepada Allah yang dalam garis besarnya bermakna :


• al-i'lan  atau proklamasi diri bahwa kita adalah seorang muslim yang hanya menjadikan Allah             sebagai satu-satunya ilah. Tak akan ada sesuatupun yang akan kita pertuhankan karena   
hanya Dialah Tuhan yang sebenarnya.
• al-wa'du atau janji bahwa kita akan senantiasa setia kepada Allah, menjadikan Ajarannya (Islam) sebagai sistem hidup yang akan kita jalankan di dunia ini.
• al-qasamu atau sumpah kita untuk hanya beribadah kepada Allah saja, memohon bimbingan dan pertolongan  kepada-Nya, meminta ampunan dan keselamatan juga kepada-Nya, bukan kepada yang lain !


Ketika seseorang mengucapkan kalimah ini, ia telah memproklamasikan dirinya untuk hanya bersikap setia kepada Allah saja, menyerahkan segala kepatuhan, ketaatan, harapan, keinginan
dan ketakutannya hanya kepada-Nya. Huruf laa berfungsi penolakan atau negasi. Sedangkan ilaah bermakna : yang disembah (al ma'bud), yang dicintai (al mahbub), yang dijadikan tujuan (al maqsud), yang ditaati (al mutha'), penguasa dan pemilik (al malik). Huruf illa berfungsi pengecualian atau penetapan Allah sebagai satu-satunya ilaah.  Sehingga tatkala seseorang mengucapkan laa ilaaha illa Allah berarti ia telah berikrar setia dan berjanji bahwa tak ada yang disembah, dicintai, dijadikan tujuan dan ditaati melainkan Allah saja. 


Bagian kedua dari syahadah adalah "asyhadu anna Muhammadan Rasulullah"  biasa disebut syahadah nabawiyah atau syahadah kenabian yang seperti pada syahadah pertama bermakna kesiapan dan janji setia kita kepada Allah dengan cara mengikuti Rasul-Nya, karena beliau adalah orang yang mendapatkan tugas untuk membawa manusia ke arah kehidupan yang selamat sejahtera di dunia maupun di akhirat. Kecintaan dan ketaatan kita kepada Allah harus ditampakkan dalam bentuk kecintaan dan ketaatan kita kepada beliau (QS Ali Imran [3] : 31; An Nisa [4] : 59, 80). 


Dengan demikian, syahadah uluhiyyah sesungguhnya merujuk kepada sikap kita untuk secara sadar mau diatur dan mengikuti "apa yang datang dari Allah"  yaitu Al-Qur'an, dan syahadah nabawiyah merujuk pada kesiapan kita untuk mengikuti "apa yang datang dari Rasulullah" yaitu As-Sunnah. Al Qur'an dan As Sunnah inilah yang menjadi Sumber Nilai Islam.


Hubungan Al-Qur'an dan As-Sunnah
Al-Qur'an dan As-Sunnah sesungguhnya seperti dua sisi dari koin uang sama. Keduanya tak bisa dipisahkan. Islam tidak akan difahami dengan meninggalkan salah satunya. Al-Qur'an sebagai dasar pertama, dan As-Sunnah sebagai dasar kedua. Dalam menyampaikan sesuatu, keterangan Al-Qur'an lebih banyak bersifat ijmaly (global), dan rinciannya dapat ditemukan dalam As-Sunnah berupa perkataan, perbuatan, persetujuan atau hal-hal yang dinisbatkan (dikoneksikan) dengan Nabi. Beberapa contoh dapat dikemukakan disini, shalat misalnya, Al-Qur'an hanya memerintahkan kita mendirikan shalat, tetapi bagaimana kaifiat (tata cara) shalat, apa yang harus dibaca, apa saja yang membatalkannya, kita temukan dalam Sunnah. Demikian pula dengan zakat. Al-Qur'an memerintahkan kita untuk mengeluarkan zakat, tetapi ukuran atau nisbah serta apa saja yang harus dizakati, kita menemukan keterangannya dalam sunnah.


As-Sunnah (hadits Nabi saw.) merupakan penafsiran Al-Qur'an dalam praktik, atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Prilaku Nabi merupakan perwujudan dari isi Al-Qur'an yang beliau jabarkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, siapa saja yang ingin mengetahui tentang manhaj (metodologi) praktis Islam dengan segala ciri, karakteristik dan pokok-pokok ajarannya, maka hal itu dapat dikaji dalam Sunnah.


Karakteristik Ajaran Islam


a) Manhaj komprehensif


Manhaj Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dalam dimensi "panjang", "lebar" dan "dalam"nya.  Yang dimaksud  "panjang"  adalah rentang waktu secara vertikal yang meliputi kehidupan manusia sejak saat kelahiran sampai kematiaannya. "Lebar" adalah rentang horizontal yang meliputi seluruh aspek kehidupannya, di rumah, di kantor, di kampus, di jalan, di tempat kerja, di pasar, di mesjid, di jalanan, dalam hubungannya dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan keluarga dan semua manusia, baik muslim atau bukan, bahkan dengan hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda mati yang ada di sekitarnya. Sedangkan yang dimaksud "dalam"  adalah berkaitan dengan dimensi kedalam manusia yang terdiri dari tubuh, akal dan ruh, meliputi lahir dan batin, serta ucapan, perbuatan, niat dan perasaannya.


b) Manhaj yang seimbang


Ciri lain dari ajaran Islam adalah "keseimbangan", yaitu keseimbangan antara ruh dan jasad, antara akal dan kalbu, antara dunia dan akhirat, antara teori dan praktik, antara kebebasan dan tanggung jawab, antara yang gaib dan kasat mata, antara perorangan dan kelompok. Dengan kata lain, manhaj Islam bersifat "tengah-tengah" (QS Al-Baqarah [2] : 143, 177; Al Qashas [28] : 77; Al Jumuah [62] : 10). Karena itu setiap kali Rasulullah melihat ada sikap ekstrim atau berlebih-lebihan di kalangan para sahabat, beliau segera mengembalikan mereka ke jalan tengah (moderasi).


c) Manhaj yang memudahkan


Manhaj Islam berikutnya adalah keringanan, kemudahan dan kelapangan, sebagaimana dalam Al-Qur'an disampaikan tentang ciri-ciri Nabi terakhir sebagaimana disampaikan dalam kitab terdahulu (Taurat dan Injil), bahwa ia  "...menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka mengerjakan yang munkar, dan menghalalkan bagi mereka yang baik-baik, dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka..." (QS Al A'raf [6] : 157).


Sifat yang demikian itulah yang menyebabkan dalam Islam tak ada sesuatu pun yang memberatkan ummatnya. Orang yang tidak mampu shalat dalam keadaan berdiri, boleh melakukannya sambil duduk. Orang yang bepergian (safar) boleh berbuka shaum serta menjama' dan mengqashar shalat, demikian seterusnya.


Al-Qur'an dan As-Sunnah inilah yang menopang semua aktivitas kaum muslimin dalam bidang apapun. Nilai-nilai yang ada pada keduanya dapat memenuhi semua kebutuhan hidup mereka dalam semua lapangan. Karena itu, memahami keduanya dan mengamalkannya merupakan jalan tepat untuk menciptakan kualitas kehidupan yang lebih baik. Insya Allah

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

lihat iklan, dapat duit !

 
Copyright © Sukses Dunia-Akhirat | Using Amoebaneo Theme | Bloggerized by Themescook | Redesign by Kang eNeS
Home | TOP