Manusia itu memang unik, sulit diprediksi dan difahami, tindakan-tindakannya kadang impulsif terdorong oleh gejolak hati, fikiran dan perasaannya. Bisa juga oleh berbagai kepentingannya atau juga ketakutannya. Dia bisa lembut seperti kapas dan berubah sekeras baja. Bisa menangis berlinang air mata tetapi kadang tega membunuh dan menumpahkan darah. Bahkan dia bisa tertawa dan bergembira karena hal-hal yang sederhana, dan pada saat yang sama bisa marah karena hal-hal kecil dan sepele. Terikat oleh masa lalu dan suka mengkaji dan memperkirakan masa depan. Makhluk rasional dan sekaligus irasional. Gabungan
malaikat, syetan dan hewan. Multi dimensi, dan karena itu jadi multi interpretasi. Tetapi dia adalah puncak kesempurnaan ciptaan Allah. Laqad khalaqnal insaana fii ahsani taqwim, "nyata kami ciptakan manusia itu dalam sebaik-baiknya bentuk" (QS At-Tin [95] : 4).
Karena penuh misteri itulah selama ribuan tahun manusia mencoba memahami dirinya sendiri sehingga timbullah ragam pandangan tentangnya. Kaum Timur memandang manusia dari sudut spirit atau ruhnya, dan karena itu yang mereka pentingkan cuma kebutuhan batin. Berkembanglah kemudian agama-agama yang amat menekankan pengembangan spiritual lewat semedi, tapa brata, mati geni atau kegiatan ritual yang berorientasi pada kesucian hati. Kaum Barat lain lagi. Mereka lebih memperhatikan manusia dari sudut fisiknya, dan karena itu orientasi mereka lebih mengarah ke fisik atau ke hal-hal yang serba lahiriyah. Timur lebih menekankan harmoni. Barat lebih fokus pada rasionalisasi. Yang satu disebut 'spiritualisme ekstrim', lainnya disebut 'materialisme ekstrim'. Dua kutub yang saling bertentangan.
Bagaimana dengan Islam? laa syarqiyyah wa laa gharbiyyah... Islam itu bukan Timur, bukan Barat. Bukan pula sintesa dari keduanya. Islam adalah Islam. Nah, mari kita lihat bagaimana pandangan Islam terhadap manusia. Pertama : Islam menegaskan bahwa manusia adalah khalifah Allah. Coba renungkan betapa besarnya kemuliaan yang diberikan Islam. Manusia adalah khalifah atau Wakil Allah di bumi. Peran kekhalifahan manusia itu digambarkan dalam puisi Muhamad Iqbal, penyair Pakistan, "Engkau ciptakan matahari dan bulan. Aku ciptakan kebun dan taman-taman " Allah yang menciptakan bumi ini, dan manusia bertugas mengurus dan mengelolanya. Kedua : manusia yang dijadikan khalifah itu ternyata diciptakan dari tanah, bukan dari barang berharga seperti mas dan perak. Jadi kira-kira ya masih bersaudaralah dengan genting atau bata, bisa juga masih keponakan kendi atau gerabah hehe. Nah, ini khusus manusia pertama. Dalam proses berikutnya, penciptaan itu berbahan air yang sangat hina (sperma) yang setelah terjadi proses pembuahan disimpan dalam rahim yang kokoh kuat. Ingin tahu berharga tidaknya? Coba saja kumpulkan bahan manusia, seember saja, dengan bahan ayam (telor). Jual deh di pasar, lakuan mana, tuh !
Ketiga, manusia adalah khalifah Allah, tercipta dari tanah, tetapi dalam diri manusia ada sesuatu yang agung. Dalam banyak ayat Qur'an, misalnya surat al-Hijir [15] : 28,29, disebutkan "Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepadapara malaikat,"Sungguh, Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, Aku tiupkan Ruh-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud !" Sesuatu yang agung itu adalah ternyata Ruh Allah. Hanya manusia satu-satunya makhluk yang diciptakan lalu Allah meniupkan Ruh-Nya ke dalamnya. Manusia adalah makhluk yang mencerminkan Zat Allah yang Maha Mulia. Tak ada agama atau pandangan hidup mana pun yang memberikan kemuliaan kepada manusia seperti Islam. Bandingkan dengan teori psikoanalisanya Sigmund Freud yang menilai manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh libido sexualnya. Jadi persis ayam jago yang suka pamer kekuatan dan hobi mengejar-ngejar betina sampai bertekuk lutut (hihi apa ayam punya lutut ya..). Atau teori Karl Marx yang menyatakan bahwa satu-satunya penggerak sejarah umat manusia adalah kebutuhan ekonomi. Peran para nabi, kaum agamawan atau para pahlawan, semuanya nonsens ! Jadi kalau teori Marx berorientasi pada 'perut', maka Freud berorientasi pada 'bawah perut'. Manusia tak berbeda dengan binatang. Wuih, kasihan benar !
Nah, marilah kita lihat pandangan Islam tentang manusia dari sisi lain. Manusia adalah gabungan dari tanah dan ruh Allah. Tanah adalah simbolisasi kerendahan, kehinaan dan serba kekurangan. Ruh Allah adalah simbolisasi kemuliaan, keagungan dan kesempurnaan. Manusia adalah makhluk dua dimensi. Dimensi tanah mengajaknya ke bawah, ke perut dan bawah perut, menuju kehinaan, aktualisasi semangat kebinatangan, bisa jadi slogannya 'biar tekor, yang penting sohor' atau 'hidup hanya sekali ini, karena itu nikmatilah sepuas-puasnya'. Sementara Ruh Allah mengajaknya ke atas, menuju kemuliaan dan kesempurnaan hidup. Terjadilah dalam diri manusia pertarungan terus menerus antara dimensi tanah dengan dimensi
Ruh Allah. Mana yang paling dominan, itulah yang menentukan corak, gaya dan sistem hidup dirinya. Dan inilah sesungguhnya jihad kita terbesar, jihadunnafsi, perang melawan dorongan-dorongan buruk yang muncul dari dalam diri kita. Mengendalikan dimensi tanah menuju Ruh Allah.
Karena itulah dalam Islam kita dilatih untuk terus-menerus beribadah agar dimensi Ruh Allah pada akhir nya yang dominan dalam diri kita. Syahadat membangun loyalitas tunggal kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Shalat melatih dan membangun konsistensi kesadaran kita sehingga terhindar dari perbuatan fahsya dan munkar. Zakat melatih kita membebaskan diri dari kekikiran dan sikap egoistik karena harta. Shaum melatih dan mengasah kemampuan kita mengendalikan nafsu perut dan bawah perut. Dan hajji membebaskan kita dari penyakit sombong karena jabatan, pangkat, keturunan dan kebanggaan kesukuan atau kebangsaan yang biasanya disimbolkan dengan pakaian. Dimensi tanah bukan dihilangkan atau dihancurkan melainkan dikendalikan atau diarahkan.
Mungkin tulisan ini teramat pendek untuk menjelaskan siapakah sesungguhnya manusia itu. Tetapi tetap saja aku berharap banget bisa bermanfaat buat teman-teman. Nah, kesimpulannya kira-kira begini :
1. Kita harus menjauhkan diri dari sikap sombong. Ingat asal-usul kita : cuma dari tanah kok, jadi masih bersaudara dengan genting. Atau dilihat dari asal-usul bahan, wuih cuma dari sperma, bahan yang harganya lebih rendah dari telor ayam, kan !
2. Kita harus bersikap hormat kepada sesama manusia, siapapun dan dimanapun, karena ia tercipta dari sesuatu yang agung yang berasal dari Ruh Allah. Menghormati manusia sama artinya dengan menghormati Penciptanya. Yang kebetulan cantik atau tampan, janganlah sombong dan berbangga diri. Cantik dan tampan kan bukan hasil usaha kita tetapi pemberian Allah. Demikian juga terhadap suku bangsa atau bangsa lain. Bukan kehendak mereka dilahirkan dengan kulit berwarna hitam atau putih. Tak juga ada yang minta dilahirkan sebagai bangsa tertentu. Semuanya anugerah ilahi.
3. Membiasakan diri beribadah dengan penuh ketekunan niscaya kekuatan kemanusiaan kita akan kian terasah. Dimensi Ruh Allah yang ada dalam diri kita seperti bongkahan berlian yang belum digosok dan dipotong. Jika sudah tergosok, maka kebeningannya akan terlihat, dan kilauannya memancar indah. Ayo, gosok dan potonglah jiwa kita agar menjadi permata-permata kehidupan dengan ibadah tersebut.
4. Melatih diri untuk senantiasa bersabar menahan godaan baik yang lahir dari dorongan nafsu perut (bukan nafsu makan ya..) maupun bawah perut agar kualitas kemanusiaan kita semakin baik dan meningkat. Kita kan bukan sekedar human being tetapi harus mengarah pada being human. Mengasah jiwa, melatih hati dan mengendalikan fikiran akan membuka peluang dominannya ruh Allah sehingga kita memang pantas menjadi makhluk-Nya yang paling manis, paling baik dan layak mendapat sorganya.
Sekian dulu deh... Salam sukses untuk semuanya.
malaikat, syetan dan hewan. Multi dimensi, dan karena itu jadi multi interpretasi. Tetapi dia adalah puncak kesempurnaan ciptaan Allah. Laqad khalaqnal insaana fii ahsani taqwim, "nyata kami ciptakan manusia itu dalam sebaik-baiknya bentuk" (QS At-Tin [95] : 4).
Karena penuh misteri itulah selama ribuan tahun manusia mencoba memahami dirinya sendiri sehingga timbullah ragam pandangan tentangnya. Kaum Timur memandang manusia dari sudut spirit atau ruhnya, dan karena itu yang mereka pentingkan cuma kebutuhan batin. Berkembanglah kemudian agama-agama yang amat menekankan pengembangan spiritual lewat semedi, tapa brata, mati geni atau kegiatan ritual yang berorientasi pada kesucian hati. Kaum Barat lain lagi. Mereka lebih memperhatikan manusia dari sudut fisiknya, dan karena itu orientasi mereka lebih mengarah ke fisik atau ke hal-hal yang serba lahiriyah. Timur lebih menekankan harmoni. Barat lebih fokus pada rasionalisasi. Yang satu disebut 'spiritualisme ekstrim', lainnya disebut 'materialisme ekstrim'. Dua kutub yang saling bertentangan.
Bagaimana dengan Islam? laa syarqiyyah wa laa gharbiyyah... Islam itu bukan Timur, bukan Barat. Bukan pula sintesa dari keduanya. Islam adalah Islam. Nah, mari kita lihat bagaimana pandangan Islam terhadap manusia. Pertama : Islam menegaskan bahwa manusia adalah khalifah Allah. Coba renungkan betapa besarnya kemuliaan yang diberikan Islam. Manusia adalah khalifah atau Wakil Allah di bumi. Peran kekhalifahan manusia itu digambarkan dalam puisi Muhamad Iqbal, penyair Pakistan, "Engkau ciptakan matahari dan bulan. Aku ciptakan kebun dan taman-taman " Allah yang menciptakan bumi ini, dan manusia bertugas mengurus dan mengelolanya. Kedua : manusia yang dijadikan khalifah itu ternyata diciptakan dari tanah, bukan dari barang berharga seperti mas dan perak. Jadi kira-kira ya masih bersaudaralah dengan genting atau bata, bisa juga masih keponakan kendi atau gerabah hehe. Nah, ini khusus manusia pertama. Dalam proses berikutnya, penciptaan itu berbahan air yang sangat hina (sperma) yang setelah terjadi proses pembuahan disimpan dalam rahim yang kokoh kuat. Ingin tahu berharga tidaknya? Coba saja kumpulkan bahan manusia, seember saja, dengan bahan ayam (telor). Jual deh di pasar, lakuan mana, tuh !
Ketiga, manusia adalah khalifah Allah, tercipta dari tanah, tetapi dalam diri manusia ada sesuatu yang agung. Dalam banyak ayat Qur'an, misalnya surat al-Hijir [15] : 28,29, disebutkan "Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepadapara malaikat,"Sungguh, Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, Aku tiupkan Ruh-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud !" Sesuatu yang agung itu adalah ternyata Ruh Allah. Hanya manusia satu-satunya makhluk yang diciptakan lalu Allah meniupkan Ruh-Nya ke dalamnya. Manusia adalah makhluk yang mencerminkan Zat Allah yang Maha Mulia. Tak ada agama atau pandangan hidup mana pun yang memberikan kemuliaan kepada manusia seperti Islam. Bandingkan dengan teori psikoanalisanya Sigmund Freud yang menilai manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh libido sexualnya. Jadi persis ayam jago yang suka pamer kekuatan dan hobi mengejar-ngejar betina sampai bertekuk lutut (hihi apa ayam punya lutut ya..). Atau teori Karl Marx yang menyatakan bahwa satu-satunya penggerak sejarah umat manusia adalah kebutuhan ekonomi. Peran para nabi, kaum agamawan atau para pahlawan, semuanya nonsens ! Jadi kalau teori Marx berorientasi pada 'perut', maka Freud berorientasi pada 'bawah perut'. Manusia tak berbeda dengan binatang. Wuih, kasihan benar !
Nah, marilah kita lihat pandangan Islam tentang manusia dari sisi lain. Manusia adalah gabungan dari tanah dan ruh Allah. Tanah adalah simbolisasi kerendahan, kehinaan dan serba kekurangan. Ruh Allah adalah simbolisasi kemuliaan, keagungan dan kesempurnaan. Manusia adalah makhluk dua dimensi. Dimensi tanah mengajaknya ke bawah, ke perut dan bawah perut, menuju kehinaan, aktualisasi semangat kebinatangan, bisa jadi slogannya 'biar tekor, yang penting sohor' atau 'hidup hanya sekali ini, karena itu nikmatilah sepuas-puasnya'. Sementara Ruh Allah mengajaknya ke atas, menuju kemuliaan dan kesempurnaan hidup. Terjadilah dalam diri manusia pertarungan terus menerus antara dimensi tanah dengan dimensi
Ruh Allah. Mana yang paling dominan, itulah yang menentukan corak, gaya dan sistem hidup dirinya. Dan inilah sesungguhnya jihad kita terbesar, jihadunnafsi, perang melawan dorongan-dorongan buruk yang muncul dari dalam diri kita. Mengendalikan dimensi tanah menuju Ruh Allah.
Karena itulah dalam Islam kita dilatih untuk terus-menerus beribadah agar dimensi Ruh Allah pada akhir nya yang dominan dalam diri kita. Syahadat membangun loyalitas tunggal kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Shalat melatih dan membangun konsistensi kesadaran kita sehingga terhindar dari perbuatan fahsya dan munkar. Zakat melatih kita membebaskan diri dari kekikiran dan sikap egoistik karena harta. Shaum melatih dan mengasah kemampuan kita mengendalikan nafsu perut dan bawah perut. Dan hajji membebaskan kita dari penyakit sombong karena jabatan, pangkat, keturunan dan kebanggaan kesukuan atau kebangsaan yang biasanya disimbolkan dengan pakaian. Dimensi tanah bukan dihilangkan atau dihancurkan melainkan dikendalikan atau diarahkan.
Mungkin tulisan ini teramat pendek untuk menjelaskan siapakah sesungguhnya manusia itu. Tetapi tetap saja aku berharap banget bisa bermanfaat buat teman-teman. Nah, kesimpulannya kira-kira begini :
1. Kita harus menjauhkan diri dari sikap sombong. Ingat asal-usul kita : cuma dari tanah kok, jadi masih bersaudara dengan genting. Atau dilihat dari asal-usul bahan, wuih cuma dari sperma, bahan yang harganya lebih rendah dari telor ayam, kan !
2. Kita harus bersikap hormat kepada sesama manusia, siapapun dan dimanapun, karena ia tercipta dari sesuatu yang agung yang berasal dari Ruh Allah. Menghormati manusia sama artinya dengan menghormati Penciptanya. Yang kebetulan cantik atau tampan, janganlah sombong dan berbangga diri. Cantik dan tampan kan bukan hasil usaha kita tetapi pemberian Allah. Demikian juga terhadap suku bangsa atau bangsa lain. Bukan kehendak mereka dilahirkan dengan kulit berwarna hitam atau putih. Tak juga ada yang minta dilahirkan sebagai bangsa tertentu. Semuanya anugerah ilahi.
3. Membiasakan diri beribadah dengan penuh ketekunan niscaya kekuatan kemanusiaan kita akan kian terasah. Dimensi Ruh Allah yang ada dalam diri kita seperti bongkahan berlian yang belum digosok dan dipotong. Jika sudah tergosok, maka kebeningannya akan terlihat, dan kilauannya memancar indah. Ayo, gosok dan potonglah jiwa kita agar menjadi permata-permata kehidupan dengan ibadah tersebut.
4. Melatih diri untuk senantiasa bersabar menahan godaan baik yang lahir dari dorongan nafsu perut (bukan nafsu makan ya..) maupun bawah perut agar kualitas kemanusiaan kita semakin baik dan meningkat. Kita kan bukan sekedar human being tetapi harus mengarah pada being human. Mengasah jiwa, melatih hati dan mengendalikan fikiran akan membuka peluang dominannya ruh Allah sehingga kita memang pantas menjadi makhluk-Nya yang paling manis, paling baik dan layak mendapat sorganya.
Sekian dulu deh... Salam sukses untuk semuanya.
2 komentar:
kunjungan perdana nih...
manusia memang makhluk yang unik, makhluk sosial, makhluk yang multi dimensi, yang Allah ciptakan untuk beribadah hanya kepada Allah semata.....
tapi sayang...banyak dari kita yang lupa akan tujuan penciptaannya.
thank's dah berbagi dan mengingatkan...
Catatan yang bermanfaat sekali
Yah kita terkadang terlena dengan gelar mahluk paling mulia, tapi tidak tahu kemuliaannya itu dimana
Haturnuhun sharing na
Jazakumullahu khairon katsiron
salam ukhuwah
ti Ciputat
Posting Komentar