Tak pernah terjadi dalam seluruh sejarah kehidupan umat manusia, sekelompok orang dengan kualitas keimanan dan kesalehan yang hampir sama, berkumpul di satu tempat dan sukses membangun peradaban terbaik kecuali Medinah di bawah kepemimpinan Muhammad SAW. Tak ada orang kelaparan karena tak ada yang memberi makanan; tak ada yang telanjang karena tak punya pakaian; tak ada orang yang merasa takut karena perbuatan zalim orang lain, dan tak ada yang tersisihkan karena kedudukan sosialnya yang dianggap rendah. Kaum perempuan dimuliakan. Anak-anak muda dihargai. Yang kaya menyantuni yang miskin. Dan yang miskin menyayangi yang kaya. Setiap orang menjadi saudara bagi yang lainnya. Bahkan dalam sebuah hadits riwayat Muslim disebutkan, "engkau melihat orang-orang mukmin dalam hal saling menyayangi, menyantuni, mencintai, dan mengasihi ibarat sebuah badan, jika salah satu anggota badan itu sakit, maka seluruh bagian badan lainnya ikut merasakan sakit dengan mengalami demam dan sulit tidur." Masyarakat terbaik yang menjadi miniatur dari kehidupan surga ! "Medinah lebih baik bagi mereka jika saja mereka mengetahuinya," sabda Nabi.
Kekuatan apa yang menjadikan mereka berubah total dari asal bangsa tak masuk hitungan karena dianggap tak berperadaban sehingga menjadi bangsa yang membawa panji-panji kebenaran, persamaan
derajat, kemerdekaan dan mercu suar ilmu pengetahuan. Kekuatan apa yang melahirkan manusia dengan kualitas semisal Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zaid bin Tsabit, Zaid bin Haritsah, Abdurrahman bin Auf atau Bilal bin Rabah? Manusia yang bisa menjadi inspirasi bagi kita yang hidup dalam zaman modern yang dalam kacamata Mahatma Gandhi memiliki penyakit-penyakit parah seperti : beragama tanpa pengorbanan (religion without sacrefice), ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan (science without humanity), politik tanpa prinsip (politics without princip), kekayaan tanpa kerja (wealth without work), pengetahuan tanpa karakter (knowledge without character), kenikmatan tanpa suara hati (pleasure without conscience), dan perdagangan tanpa etika (commerce without morality). Bahkan salah seorang teman pernah berguyon menyaksikan semrawutnya tatanan nilai, "kalau zaman pak Harto, korupsi itu di bawah meja. Zaman Megawati, di atas meja, nah kalau zaman sekarang, malah dibawa dengan meja-mejanya." Oh My God...
Para sahabat Nabi adalah para pekerja keras. Beberapa petunjuk Allah dalam Al-Qur'an betul-betul mereka jalankan. Mereka selalu menjaga keseimbangan dunia dan akhirat, kebutuhan ruhani dengan jasmani, beramal untuk Allah dengan beramal untuk manusia. Do'a keseimbangan yang kerap mereka baca adalah rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wafil aakhirati hasanah waqinaa 'azabannar, "ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan dunia dan kebaikan akhirat serta hindarkanlah kami dari siksa neraka," (QS al Baqarah [2] : 201). Implikasi dari sikap ini adalah tumbuhnya semangat dan etos kerja yang luar biasa karena kebaikan akhirat bisa dicapai dengan terlebih dahulu menciptakan kebaikan dunia. Kebaikan dunia ini bisa berwujud kekayaan, jabatan, ilmu dan apa saja yang bermanfaat untuk manusia.Dan jika kita memilikinya, peluang beramal saleh sangat terbuka lebar. Addunya mazra'atul-aakhiroh, sabda Nabi, "dunia itu merupakan tanaman akhirat." Apa yang akan kita tuai sesuai dengan apa yang kita tanam !
Ada seorang sahabat Anshar, namanya Tsabit bin Dahdah, orang yang selalu membela Rasulullah dan rela mengorbankan apapun untuk mendapatkan ridha Allah. Dia bukanlah orang kaya dengan harta yang banyak tetapi semangat berkorbannya luar biasa. Ketika suatu saat ia mendengar telah turun wahyu kepada beliau, "siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Dia akan melipatgandakan (pembayaran) pinjaman itu untuknya, dan ia akan memperoleh pahala yang banyak." (QS al Hadid [57]:11), dia
segera mendatangi beliau, terjadilah dialog seperti ini :
"Ya Rasulullah, apakah Allah ingin meminjam dari hamba-Nya?"
"Benar," jawab Rasulullah, spontan Tsabit bin Dahdah menyodorkan tangannya,
"Ulurkanlah tangan anda, wahai Rasulullah, saya punya sebidang kebun yang saya tanami dengan 600 pohon kurma kelas satu, dan saya menjadikan anda sebagai saksi bahwa kebun itu kupinjamkan kepada Allah," Rasulullah tersenyum sambil menggenggam erat tangan Tsabit, "apa yang kau pinjamkan pasti mendapatkan penggantian Allah yang berlipat ganda !"
Maka pulanglah Tsabit dengan perasaan gembira luar biasa. Keputusannya untuk mengorbankan kebun satu-satunya itu menjadikan hatinya berbunga-bunga. Dalam perjalanan pulang dia mampir ke kebunnya dan melihat isteri dan anak-anaknya sedang bersantai di bawah pohon sambil memakan buah kurma,
"Hai Ummu Dahdah, cepatlah keluar dari kebun itu ! sebab aku sudah meminjamkannya kepada Allah,"
"Alhamdulillah," jawab isterinya, "Engkau tidak rugi, suamiku, engkau sungguh beruntung,"
"Nah, anak-anak, habiskanlah kurma yang ada di mulut kalian itu, jangan mengambil lagi buah yang ada di pohon. Sebab ayah kalian sudah meminjamkan kebun ini kepada Allah," kata Ummu Dahdah
"Alhamdulillah," seru anak-anaknya, "apa yang ayah lakukan pasti diganti Allah lebih banyak,"
Subhanallah, sungguh keluarga bahagia. Ayah, ibu dan anak-anak memiliki pandangan dan sikap yang sama. Pengorbanan yang ayah mereka lakukan adalah cermin dari kesadaran dari semua anggota keluarga. Salah seorang sahabat lainnya, Ibnu Mas'ud, menceritakan bahwa Rasulullah bersabda, "betapa banyak pohon sarat buah yang kulihat di sorga atas nama Abu Dahdah," Semoga shalawat serta salam senantiasa terlimpah bagimu, wahai Rasulullah, lewat didikan dan tempaanmulah orang seperti Abu Dahdah ini lahir dan memberi inspirasi kepada kami. Bertemu denganmu, melihat wajahmu yang mulia, sungguh merupakan kerinduan kami.
Melalui kisah ini ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita amalkan, yaitu :
. Sukses yang sebenarnya adalah orang yang menjadikan dunia sebagai sarana untuk mendapatkan kemenangan di akhirat. Karena itu, bekerjalah dengan keras, cerdas dan ikhlas, niscaya pintu-pintu keberkahan akan terbuka lebar.
. Tak ada cinta tanpa pengorbanan, dan tak ada kesuksesan tanpa perjuangan. Kita harus menjauhkan diri dari mentalitas menerabas, ingin cepat kaya, ingin cepat berhasil, atau meraih kesuksesan dengan cara-cara yang serba instan. Kita memang harus belajar FOKUS terhadap sesuatu yang kita kerjakan.
. Orang yang sukses adalah orang yang berhasil menaklukan dirinya terlebih dahulu, mampu membebaskan fikirannya dari berbagai belenggu : egois, ingin cepat kaya, ingin punya uang melimpah, kikir, malas dan menganggap rendah orang lain, dan lain-lain dan seterusnya.
. Berlatihlah untuk bisa berbagi dengan orang lain dan membiasakan diri bersedekah sebagai wujud syukur terhadap nikmat yang diberikan Allah. Insya Allah usaha kita akan makin berkembang menjadi lebih baik dan lebih maju.
Selamat mencoba. Dan kemudian lihat dan rasakanlah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri kita !
Kekuatan apa yang menjadikan mereka berubah total dari asal bangsa tak masuk hitungan karena dianggap tak berperadaban sehingga menjadi bangsa yang membawa panji-panji kebenaran, persamaan
derajat, kemerdekaan dan mercu suar ilmu pengetahuan. Kekuatan apa yang melahirkan manusia dengan kualitas semisal Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zaid bin Tsabit, Zaid bin Haritsah, Abdurrahman bin Auf atau Bilal bin Rabah? Manusia yang bisa menjadi inspirasi bagi kita yang hidup dalam zaman modern yang dalam kacamata Mahatma Gandhi memiliki penyakit-penyakit parah seperti : beragama tanpa pengorbanan (religion without sacrefice), ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan (science without humanity), politik tanpa prinsip (politics without princip), kekayaan tanpa kerja (wealth without work), pengetahuan tanpa karakter (knowledge without character), kenikmatan tanpa suara hati (pleasure without conscience), dan perdagangan tanpa etika (commerce without morality). Bahkan salah seorang teman pernah berguyon menyaksikan semrawutnya tatanan nilai, "kalau zaman pak Harto, korupsi itu di bawah meja. Zaman Megawati, di atas meja, nah kalau zaman sekarang, malah dibawa dengan meja-mejanya." Oh My God...
Para sahabat Nabi adalah para pekerja keras. Beberapa petunjuk Allah dalam Al-Qur'an betul-betul mereka jalankan. Mereka selalu menjaga keseimbangan dunia dan akhirat, kebutuhan ruhani dengan jasmani, beramal untuk Allah dengan beramal untuk manusia. Do'a keseimbangan yang kerap mereka baca adalah rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wafil aakhirati hasanah waqinaa 'azabannar, "ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan dunia dan kebaikan akhirat serta hindarkanlah kami dari siksa neraka," (QS al Baqarah [2] : 201). Implikasi dari sikap ini adalah tumbuhnya semangat dan etos kerja yang luar biasa karena kebaikan akhirat bisa dicapai dengan terlebih dahulu menciptakan kebaikan dunia. Kebaikan dunia ini bisa berwujud kekayaan, jabatan, ilmu dan apa saja yang bermanfaat untuk manusia.Dan jika kita memilikinya, peluang beramal saleh sangat terbuka lebar. Addunya mazra'atul-aakhiroh, sabda Nabi, "dunia itu merupakan tanaman akhirat." Apa yang akan kita tuai sesuai dengan apa yang kita tanam !
Ada seorang sahabat Anshar, namanya Tsabit bin Dahdah, orang yang selalu membela Rasulullah dan rela mengorbankan apapun untuk mendapatkan ridha Allah. Dia bukanlah orang kaya dengan harta yang banyak tetapi semangat berkorbannya luar biasa. Ketika suatu saat ia mendengar telah turun wahyu kepada beliau, "siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Dia akan melipatgandakan (pembayaran) pinjaman itu untuknya, dan ia akan memperoleh pahala yang banyak." (QS al Hadid [57]:11), dia
segera mendatangi beliau, terjadilah dialog seperti ini :
"Ya Rasulullah, apakah Allah ingin meminjam dari hamba-Nya?"
"Benar," jawab Rasulullah, spontan Tsabit bin Dahdah menyodorkan tangannya,
"Ulurkanlah tangan anda, wahai Rasulullah, saya punya sebidang kebun yang saya tanami dengan 600 pohon kurma kelas satu, dan saya menjadikan anda sebagai saksi bahwa kebun itu kupinjamkan kepada Allah," Rasulullah tersenyum sambil menggenggam erat tangan Tsabit, "apa yang kau pinjamkan pasti mendapatkan penggantian Allah yang berlipat ganda !"
Maka pulanglah Tsabit dengan perasaan gembira luar biasa. Keputusannya untuk mengorbankan kebun satu-satunya itu menjadikan hatinya berbunga-bunga. Dalam perjalanan pulang dia mampir ke kebunnya dan melihat isteri dan anak-anaknya sedang bersantai di bawah pohon sambil memakan buah kurma,
"Hai Ummu Dahdah, cepatlah keluar dari kebun itu ! sebab aku sudah meminjamkannya kepada Allah,"
"Alhamdulillah," jawab isterinya, "Engkau tidak rugi, suamiku, engkau sungguh beruntung,"
"Nah, anak-anak, habiskanlah kurma yang ada di mulut kalian itu, jangan mengambil lagi buah yang ada di pohon. Sebab ayah kalian sudah meminjamkan kebun ini kepada Allah," kata Ummu Dahdah
"Alhamdulillah," seru anak-anaknya, "apa yang ayah lakukan pasti diganti Allah lebih banyak,"
Subhanallah, sungguh keluarga bahagia. Ayah, ibu dan anak-anak memiliki pandangan dan sikap yang sama. Pengorbanan yang ayah mereka lakukan adalah cermin dari kesadaran dari semua anggota keluarga. Salah seorang sahabat lainnya, Ibnu Mas'ud, menceritakan bahwa Rasulullah bersabda, "betapa banyak pohon sarat buah yang kulihat di sorga atas nama Abu Dahdah," Semoga shalawat serta salam senantiasa terlimpah bagimu, wahai Rasulullah, lewat didikan dan tempaanmulah orang seperti Abu Dahdah ini lahir dan memberi inspirasi kepada kami. Bertemu denganmu, melihat wajahmu yang mulia, sungguh merupakan kerinduan kami.
Melalui kisah ini ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita amalkan, yaitu :
. Sukses yang sebenarnya adalah orang yang menjadikan dunia sebagai sarana untuk mendapatkan kemenangan di akhirat. Karena itu, bekerjalah dengan keras, cerdas dan ikhlas, niscaya pintu-pintu keberkahan akan terbuka lebar.
. Tak ada cinta tanpa pengorbanan, dan tak ada kesuksesan tanpa perjuangan. Kita harus menjauhkan diri dari mentalitas menerabas, ingin cepat kaya, ingin cepat berhasil, atau meraih kesuksesan dengan cara-cara yang serba instan. Kita memang harus belajar FOKUS terhadap sesuatu yang kita kerjakan.
. Orang yang sukses adalah orang yang berhasil menaklukan dirinya terlebih dahulu, mampu membebaskan fikirannya dari berbagai belenggu : egois, ingin cepat kaya, ingin punya uang melimpah, kikir, malas dan menganggap rendah orang lain, dan lain-lain dan seterusnya.
. Berlatihlah untuk bisa berbagi dengan orang lain dan membiasakan diri bersedekah sebagai wujud syukur terhadap nikmat yang diberikan Allah. Insya Allah usaha kita akan makin berkembang menjadi lebih baik dan lebih maju.
Selamat mencoba. Dan kemudian lihat dan rasakanlah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri kita !
2 komentar:
Good article....Very Impressed so we hope will be enlighted....
Selalu menarik aetikel-artikel si akang, sangat mencerahkan bagi hati yang kerontang
Posting Komentar